Sastrawan Saut Situmorang Divonis 5 Bulan Penjara
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis sastrawan Saut Situmorang dengan hukuman penjara selama lima bulan. Dia terbukti bersalah melakukan penghinaan dan pencemaran nama baik.
Saut Situmorang |
Tak hanya dijatuhi hukuman penjara selama 5 bulan, Saut juga dibebankan untuk membayar biaya perkara atas kasus tersebut.
Kuasa Hukum Saut Situmorang, Astri Vidya Dewi, mengatakan, pihaknya menerima putusan tersebut meski ada keberatan beberapa hal. Namun, kliennya memutuskan untuk tak memperpanjang hal tersebut.
Meski dijatuhi hukuman penjara 5 bulan, Saut tidak akan ditahan. Menurut Astri, hakim akan memberikan waktu kepada Saut agar tidak mengulangi perbuatannya lagi.
Seperti diketahui, kasus itu berawal dari perdebatan di Facebook tentang buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Buku itu menuai protes sejumlah sastrawan lantaran mencantumkan nama Denny JA, pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI). Nama Denny yang dikenal sebagai konsultan politik, masuk dalam salah satu tokoh sastra berpengaruh itu.
Saut Situmorang termasuk salah satu penyair yang protes. Dalam tulisan di akun Facebooknya, Saut memaki Fatin Hamama, salah seorang yang disebut terlibat dalam penerbitan buku tersebut. Fatin lantas melaporkan Saut ke Polres Jakarta Timur dengan tuduhan pencemaran nama baik, akhir 2014 lalu.
Atas putusan itu, Fatin Hamamah, pelapor Saut ke kepolisian, merasa puas. Ia mengapresiasi putusan majelis hakim dan berterima kasih karena telah dapat memutuskan perkara secara adil.
"Negara telah melindungi rakyatnya, hak-haknya. Bagi saya sendiri apa yang dijatuhkan hakim kepada Saut itu sudah tepat karena terbukti bersalah, melanggar undang-undang ITE (Informasi Transaksi Elektronik) dan menjatuhkan kehormatan," kata Fatin, usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Menurut Fatin, hal yang telah dilakukan Saut bukan lagi suatu hal yang dapat dikategorikan ke dalam sastra. "Ini bukan sastra, ini personal. Dia serang orang yang salah, saya tidak ada kaitannya dengan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh. Mereka memakai momen ini untuk hal yang sama sekali saya tak bersinggungan di dalamnya. Jadi itu bukan lagi sastra," kata Fatin.
Bagi Fatin, hal terpenting bukan vonis atau hukuman apa yang didapat tetapi soal apakah Saut terbukti bersalah atau tidak. "Saya puas, bagi saya bukan hukuman, yang paling penting adalah pembuktian. Apa yang disampaikan oleh Saut itu bukan lagi kritikan, tetapi sudah merupakan cacian dan makian," ujar Fatin.
Fatin berharap agar hal ini menjadi pelajaran bagi siapa pun yang menggunakan media sosial, agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan sebuah pendapat atau kritikan. (bbs/int)