Tansiswo Siagian dan Grup Tortor Sangombas Raih Hadiah Rancage 2017
SolupL - Hadiah sastera Rancagé 2017 kembali diumumkan. Untuk karya dalam Bahasa Batak diberikan kepada Tansiswo Siagian untuk karyanya yang berjudul “Sonduk Hela” berupa kumpulan 10 cerpen terbitan SPT Jakarta tahun 2016. Untuk Hadiah Sastera Rancagé 2017 bidang jasa dalam sastra Batak diberikan kepada Grup Tortor Sangombas.
Sementara, pengarang yang juga dikenal sebagai wartawan senior Aan Amilia dinobatkan sebagai pemenang Hadiah Sastera Rancagé 2017 melalui karyanyaa yang berjudul “Di Antara Tilu Jaman”. Karya berupa kumpulan cerpen ini berhasil mengalahkan dua karya sastra lain yang berbahasa Sunda yaitu kumpulan sajak berjudul “Lengkah” karya Ari Andriansyah dan kumpulan cerpen berjudul “Jeruk” karya Lugiena De.
Ketua Yayasan Kebudayaan Rancagé Rahmat Taufik Hidayat mengatakan, karya Aam dinilai juri sebagai karya yang menggambarkan Jaman sebagai pelaku utamanya, bukanlah tokoh yang tragis tetapi tokoh yang berhasil mencari jalan keluar dari persoalan hidup yang dihadapinya. Seperti dikisahkan tentang pasangan suami isteri dalam cerpen berjudul “Kupat keur Lebaran” (Ketupat untuk Lebaran). Kedua pasangan suami isteri ini masih dapat berkumpul bersama dengan tetangga yang sama-sama hidup hanya berdua, walaupun anak cucunya tidak dapat berkumpul saat lebaran karena kesibukannya masing-masing. Atau dalam kisah lain tentang seorang bapak yang memilih kampret putih murah pemberian si bungsu yang hidupnya paspasan daripada memakai kampret bagus dan mahal hadiah dari anak sulung dan yang tengah karena si bungsu lebih hormat tilawat kepada orang tua daripada kedua kakaknya.
Menurut Rahmat, Aam Amilia sudah menulis karya sastera berbahasa Sunda lebih dari setengah abad. Karya-karyanya berupa cerpen maupun roman. Pada waktu muda Aam banyak menulis cerita tentang tokoh-tokoh remaja atau kehidupan kaum remaja tetapi sekarang dia banyak menulis tentang kehidupan orang-orang yang sudah tua. Untuk karyanya ini, Aam akan mendapatkan uang sebesar Rp 5 juta dan piagam penghargaan dari Yayasan Kebudayaan Rancagé.
Selain untuk karya, Yayasan Kebudayaan Rancagé juga memberikan hadiah untuk jasa. Hadiah Rancagé Sastera Sunda untuk jasa tahun ini diberikan kepada Komunitas “Ngejah” Sukawangi, Singajaya, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Komunitas ini merupakan wadah kegiatan literasi yang dibangun dan dihidupkan oleh sejumlah anak muda yang kelihatan hasilnya serta mendapat sambutan dari pemerintah maupun masyarakat luas.
Komunitas Ngejah didirikan tanggal 15 Juli 2010. Bertujuan untuk memajukan kampung halaman baik dari sisi pendidikan, kebudayaan, keagamaan, perekonomian dan sendi kehidupan lainnya.
Awalnya kegiatan Komunitas Ngejah berupa diskusi, khususnya mengenai buku atau bidang tulis-menulis. Kemudian kegiatannya meluas, terutama dalam bidang literasi atau kegiatan membaca dan menulis. Kegiatan komunitas ini dibagi menjadi beberapa bidang, yaitu peningkatan budaya baca tulis, literasi media, pelestarian seni budaya, ekonomi mandiri dan pelestarian lingkungan hidup.
Komunitas ini telah berhasil memperkenalkan buku, baik yang dalam bahasa Indonesia maupun yang dalam bahasa Sunda kepada orang-orang yang tinggal di kampung. Aktif mendirikan perpustakaan dan mendatangkan instruktur untuk membimbing anak-anak membaca dan menggemari buku dan bacaaan. Kepada Presiden Komunitas Ngejah Nero Taopik Abdillah yang sehari-hari disebut Opik, akan diberikan Hadiah Sastera Rancagé 2017 untuk jasa dalam Sastra Sunda berupa piagam dan uang Rp 5 juta.
Hadiah Sastera Rancagé 2017 juga diberikan kepada pengarang berbahasa daerah Jawa, Bali, Lampung, Batak, dan Banjar. Untuk karya sastra berbahasa Jawa diberikan kepada Moh. Syaiful untuk karyanya yang berjudul “Agul-agul Belambangan” (terbitan Sengker Kawung Belambangan, Banyuwangi, 2016). Sedangkan Hadiah Sastera Rancage 2017 jasa dalam sastra Jawa diberikan kepada H. Abdullah Purwodarsono.
Hadiah Sastera Rancagé 2017 untuk karya dalam sastra Bali diberikan kepada Dewa Ayu Carma Citrawati untuk Kumpulan cerpen berjudul “Kutang Sayang Gemel Madui”. Untuk Hadiah Sastera Rancagé 2017 bidang jasa dalam sastra Bali diberikan kepada I Putu Supartika.
Hadiah Sastera Rancagé untuk karya dalam sastra Lampung tahun 2017 diberikan kepada Udo Z. Karzi untuk karyanya yang berjudul “Negarabatin” terbitan Pustaka LaBRAK, Lampung. Sedangkan untuk bidang jasa sastra Lampung tidak ada pemenang.
Khusus tahun ini Yayasan Kebudayaan Rancagé juga memberikan piagam penghargaan terhadap karya yang bukan buku, melainkan ccerita pendek yang dimuat dalam buku kumpulan bersama. Penghargaan khusus ini diberikan kepada Ir. H. Soekirman Ompu Abimanyu, Bupati Serdang-Bedagai, seorang Jawa yang menulis karya berbahasa daerah Batak.
Hadiah Sastera Rancagé 2017 untuk karya dalam sastera Banjar diberikan kepada Jamal T Suryanata dengan karyanya yang berjudul “Pembatangan” berupa kisah roman. Untuk sastera bahasa Lampung tidak ada hadiah untuk bidang jasa.
Hadiah “Samsoedi” diberikan kepada Darpan untuk karyanya yang berjudul “Nala”. Nala mengisahkan tentang anak perempuan yang hidup berdua dengan ibunya yang membuat kueh untuk dijual di warung. Nala cerdas, dapat menyelesaikan ulangan matematika dalam 10 menit. Suka menolong kawan, misalnya karena sepatunya rusak, atau menolong tunanetra yang hendak menyeberangi jalan. Apa yang dialami oleh Nala dalam buku itu lebih merupakan sketsa kehidupan anak sekolah baik di sekolah, di rumah ataupun di tempat lain.
Pembina Yayasang Kebudayaan Kebudayaan Rancagé, Ajip Rosidi meminta maaf karena untuk pertama kalinya pada tahun yang ke-28 ini keputusan Hadiah Sastera Rancagé yang biasanya disiarkan pada tanggal 31 Januari, sekarang diumumkan terlambat kurang lebih satu bulan. Hal itu disebabkan karena Ajip Rosidi sakit. Masalah lain yang menyebabkan pengambilan keputusan ini terlambat karena dalam tahun 2016 ini banyak sekali buku dalam bahasa-bahasa daerah yang terbit. Bukan hanya dalam bahasa Sunda, Jawa, Bali, dan Batak, melainkan juga dalam bahasa-bahasa daerah yang sebelumnya tidak pernah disediakan Hadiah Rancagé. (bbs/int)