Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Filosofis Pohulpohul dan Dolungdolung


Selain memiliki makanan tradisional, orang Batak juga memiliki jajanan khas yang hingga kini masih bisa dinikmati. Dari ragam jajanan khas itu, dolungdolung dan pohulpohul merupakan jenis yang termasuk populer. Kedua jajanan ini sebenarnya masuk kategori lampet dengan penamaan yang lebih spesifik. (Baca: Ragam Jajanan Khas dari Tanah Batak).

Dolungdolung
Dalam konteks budaya dan adat istiadat, kedua jajanan Batak ini tidak semata-mata hanya kudapan, tapi memiliki makna filosofis yang sangat kuat dan penuh makna bagi kehidupan. Itulah sebabnya mengapa jajanan ini sering ditemukan dalam acara dan pesta-pesta adat, dan sering dibawa sebagai oleh-oleh bersama makanan lain ketika berkunjung rumah keluarga atau kerabat.

* Makna filosofis dolungdolung adalah sebagai berikut:

Dolungdolung bentuknya bulat dan liat. Bentuk itu merupakan hati dan jiwa yang bulat (tekad bulat) dalam suatu kegiatan, pesta ataupun acara-acara adat. Jika kita membawa dolungdolung ke rumah kerabat, itu berarti kita datang dengan hati yang bulat, satu pikiran, satu persepsi, dan satu cita-cita dalam menghadapi apapun pada saat ini dan di kemudian hari.

* Sedangkan makna filosofis pohulpohul adalah sebagai berikut:

Ketika membuat kue pohulpohul, kita akan menggenggam itak (bahan pohulpohul dari tepung beras) dan menekannya kuat-kuat. Dengan demikian, kue itu berbentuk serupa genggaman tangan, lengkap dengan bekas kelima jemari tangan.

Maknanya adalah: meskipun kita merasa tertekan, terjepit atau kesusahan dalam suatu pesta atau kegiatan adat mulai dari perencanaan hingga acara selesai, tapi semua itu baik dan bertujuan mempererat kekerabatan dan jalinan kasih sayang, persis seperti pohulpohul yang menjadi utuh karena ditekan genggaman tangan.

Bekas 5 jari pada pohulpohul juga disimbolkan sebagai konsep 5 waktu dalam tradisi Batak yang disebut hatiha silima, yaitu: 1. Manogot 2. Pangului 3. Hos Ari 4. Guling Ari 5. Bot Ari. (Baca: Konsep Waktu Menurut Batak, Bermula dari Pohon Beringin)

Selain itu, lima jari-jari menjadi simbol tentang rasa manusiawi setiap orang yang terbentuk dari panca indera, yaitu: 1. Parnidaan (penglihatan) 2. Parbinegean (pendengaran) 3. Parnianggoan (penciuman) 4. Pandaian (rasa/cecap) dan 5. Pangkilaan (perasaan/kulit).

Dengan demikian, bekas 5 jari sebagai bentuk dari pohulpohul memiliki makna bahwa setiap saat, mulai dari pagi hingga malam, kita tidak bisa lupa kepada keluarga dan kerabat.

Dan apabila orang lain membawa makanan ke rumah kita saat bersilaturahmi, kita juga harus ingat kerabat dan handai tolan, dan sebaiknyalah mereka kita hormati dengan cara bersama-sama menikmati makanan itu.

Dan terkait dengan inderawi manusia, lima jari itu bermakna sebagai berikut:

1. Kalau kita berpapasan, bertemu atau kebetulan melihat kerabat, harus disapa dan jangan kiranya berpura-pura tidak melihatnya.
2. Kita harus tanggap mendengar jikalau ada sesuatu terjadi pada keluarga atau kerabat, jangan pura-pura tidak mendengar.
3. Terkait penciuman, janganlah kiranya kekerabatan hanya harum pada mulanya, tapi menjadi bau pada akhirnya.

Pohulpohul
4. Terkait rasa cecap, kita harus menerima dengan tulus dan senang hati jika ada kerabat bersilaturahmi membawa makanan, dan kita harus mencecap dan memakan makanan itu dengan semangat, meskipun mungkin rasanya tidak sesuai dengan selera lidah kita.
5. Terkait perasaan, semua pihak yang berkeluarga harus tetap seperasaan, sepenanggungan, dan saling menyokong satu sama lain dalam menjalani kehidupan.

Demikianlah makna filosofis dolungdolung dan pohulpohul, semoga bermanfaat. Dan alangkah sedap membayangkan makan kue ini dengan secangkir kopi atau teh manis, sembari menghayati maknanya. Horassss....!*** (Panda MT Siallagan)

* Disadur dari berbagai sumber, juga buku Jambar Hata karangan TM Sihombing)